Kamis, 28 Februari 2013

Pemahat Relief Candi

Keahlian dan kepiawaian para pemahat asal Kabupaten Magelang sudah tersohor di seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Bagaimana cara mereka memoles batu itu sehingga mirip aslinya, berikut laporannya.
MEMBUAT arca tiruan? Mungkin sulit, namun tidak bagi para pemahat di daerah Magelang ini. Arca di Candi Prambanan, Borobudur atau candi lainnya, mereka bisa membuat tiruannya. Tak hanya itu untuk memproses arca menjadi kusam, berlumut dan terkesan kuno bukan hal yang sulit bagi pemahat di sini.
Dusun Tangkilan, Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid merupakan tempat ratusan pemahat berkarya. Mereka membuat tempat usaha di Jl Magelang-Yogyakarta, tepatnya di ruas jalan Pabelan sampai Muntilan.
Bukan hanya itu, di ruas jalan ini terdapat puluhan galeri yang menampung karya mereka. Wajar jika sebagian warga di sana bergelut dalam usaha itu, baik yang dijadikan pekerjaan pokok maupun sampingan.
Dusun Tangkilan kini menjadi pusat perhatian, karena polisi menduga sebagai asal mula arca palsu dalam kasus hilangnya benda purbakala di Meseum Radya Pustaka Surakarta. Pencurian benda bersejarah itu terjadi rentang waktu September-Oktober tahun lalu dan baru terungkap sekarang. Hampir setahun, arca palsu itu mengelabuhi penglihatan banyak orang karena sepintas bentuknya serupa, tapi tak sama keasliannya.
Lima arca palsu itu antara lain, Patung Agastya, Patung Durga Mahesasuramardhini bertangan delapan, Durga Mahesasuramardhini bertangan dua, Patung Siwa dan Patung Mahakala.
Kasus serupa tapi tak sama memang bukan kali pertama mencuat. Tahun 2005, ketika arca Buddha dengan sikap mudra bhumisparsa diduga palsu dan batal dilelang di Balai Lelang Christie New York, Amerika Serikat.
Pemahat asal Magelang yang merasa telah membuat patung itu juga sempat angkat bicara mengklarifikasi keaslian benda bersejarah itu.
Kini permasalahannya lain, aksi pencurian arca di Museum Radya Pustaka yang melibatkan kepalanya KRH Darmodipuro alias Mbah Hadi memang sudah dirancang cukup rapi. Siapa sangka patung buatan Magelang itu telah mengelabuhi banyak orang.
Merusak Citra
Salah seorang pemahat asal Tangkilan, Joko (30), merasa prihatin dengan kasus tersebut, apalagi dari penyelidikan polisi diduga melibatkan pemahat di daerahnya.
Menurutnya, kemungkinan besar mafia yang merencanakan itu hanya sebatas memesan didaerahnya tak mungkin bersekongkol dengan para seniman.
''Saya yakin para seniman pahat tak mungkin berbuat seperti itu. Karena bisa berdampak pada citra kawasan. Semoga citra pemahat di sini tetap bersih tak dikotori para mafia,íí katanya.
Dia menceritakan, para penggemar arca yang datang ke kawasan kerajinan pahat memang banyak dari berbagai penjuru kota di Indonesia. Sebagian membeli patung atau arca yang sudah jadi, atau ingin dibuatkan sesuai foto atau gambar yang diinginkan.
Menurutnya, gambar atau foto itu digambar ulang dalam bentuk sketsa. Barulah dituangkan dalam lempengan batu sesuai dengan ukuran pemesan.
Selain itu ada juga yang memesan arca atau patung yang tampak seperti kuno atau sudah ratusan tahun seperti yang terdapat di candi.
''Arca atau patung diproses seperti kuno itu sebenarnya sudah tak lagi menjadi tren sejak 2000 lalu. Dahulu saya pernah membuat arca Dewi Durga seperti yang terdapat dalam Candi Prambanan. Pemesannya meminta seperti arca kuno yang kusam," katanya.
Membuat arca seperti kuno itu, dia menggunakan istilah ''memprosesíí. Jika patung yang dibuat sudah jadi barulah dia memproses. Ada berbagai cara untuk memproses patung seperti itu, dengan bahan alami atau bahan kimia.
Biasanya dia lebih memilih bahan alami karena hasilnya lebih sempurna. Bahan-bahan itu antara lain, kunyit, teh, karat kali dan berbagai bahan lainnya.
Bahan itu ditumbuk sampai halus, kemudian digunakan untuk mengecat arca. Proses pengecatannya bisa sampai puluhan kali.
''Setelah kering dicat lagi, dilakukan berulang-ulang sampai didapatkan warna yang sempurna menyerupai batu yang sudah puluhan tahun,íí kata bapak satu anak yang telah berprofesi sebagai pemahat 15 tahun itu.
Paling cepat dalam langkah memproses itu, lanjut dia, minimal empat hari. Setiap harinya bisa dilakukan pengecatan sampai sepuluh kali. Untuk harga arca yang telah diproses tentu agak mahal dibanding yang biasa.
Menurutnya, harga untuk patung Dewi Durga tampak seperti kuno ukuran satu meter kali 20 centimeter, sekitar Rp 2,5 juta, sedangkan yang biasa tanpa proses Rp 1 juta.
Dia mengaku selisihnya harganya memang agak jauh, karena dalam pembuatannya membutuhkan keahlian khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar